MENJUNJUNG
BUDAYA LOKAL MELAYU
“MANDI SAMPAT,
MANDI PENGANTIN”
Tanjungpinang– Berbicara tentang kebudayaan lokal
di Indonesia, terutama kebudayaan Melayu KEPRI tentunya sangat beranekaragam,
budaya Melayu yang penuh dengan
keistimewaan serta keunikan yang tersimpan di dalamnya menjadi kebanggaan
bagi masyarakat Melayu rabu, (03/11).
Kini
kita akan mengupas satu kebudaya Melayu yang tersimpan di dalam pelosok Negeri yaitu,
Budaya Mandi Sampat. Mandi Sampat ialah budaya yang banyak diantara
budaya-budaya Melayu yang ada, budaya ini sebenarnya berasal dari desa Kobel
Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun, dan telah lama berkembang dikalangan
orang-orang melayu Kobel.
Mandi
pengantin atau yang lebih dikenal dengan sebutan mandi Sampat ini, ialah mandi
yang diperuntukkan bagi pasangan pengantin yang baru selesai melaksanakan Ijab
Kabul serta rangkaian pernikahan lainnya.
Menurut kepercayaan mereka, Mandi sampat dilaksanakan untuk memohon doa restu
kepada kedua orang tua agar kelak dapat membina keluarga yang rukun.
Yang
menjadi keistimewaaan tersendiri pada tradisi ini ialah bahan-bahan yang
digunakan untuk mandi sangatlah unik seperti, air berzanzi, 2 biji kelapa, 2
batang lilin, benang, santan, sagu dan beras.
Menurut
mak We, (orang tua yang sering diberi kepercayaan untuk memandikan pasangan
pengantin di Kobel) menuturkan “air mandi sampat ni harus pakai air bekas
orang berzanzi, air berzanzi ni pulak didapat dari air orang mengaji pas malam
berinai air ini disimpan untuk memandikan
pengantin. Kenape harus air berzanzi, sebeb air berzanzi ni dah kene
doa-doa waktu orang mengaji, jadi bagos untuk mendoakan pengantin”.
Selain
keunikan pada bahan-bahan yang digunakan, prosesi atau tatacara mandi sampat pun
begitu unik dan menarik. Langkah awal
yang dilakukan saat upacara mandi sampat ialah mempersiapkan dua buah bangku
untuk pasangan pengantin yang akan dimandikan sampat, kedua letakkan dua buah kelapa dan dua batang lilin yang
dihidupkan didepan pengantin, ketiga
siramkan air berzanzi pada pasangan pengantin yang sebelumnya sudah didudukkan
pada bangku hingga basah, keempat
sampho serta sabunkan pengantin dengan santan kelapa, kelima pasangan pengantin harus melangkahkan benang sebanyak tujuh
kali, yang sebelumnya benang sudah di ikat bulat sebesar ukuran badan
pengantin, benang tersebut dimasukkan kedalam badan kita dan langkahkan
sebanyak tujuh kali setelah selesai benang tersebut diputus mengunakan tangan. “Hal ini dipercaye untuk menolak bale atau
segale marabahaye, serta melepaskan pengantin dari tanggungjawab mak bapaknye”
jelas mak We.
Keenam
bersihkan
badan pengantin dengan air untuk menghilangkan santan pada kepala dan badan.
“air
sisa mandi pengantin ini nanti disiram-siramkan ke orang-orang yang menonton,
tapi air ni dikhususkan untuk gadis-gadis aje, supaye yang terkena air ini cepat
dapat jodoh dan menikan” cerita mak We.
Ketujuh
pengantin
akan melemparkan kelapa ke lantai/tanah secara bersamaan, hal ini dilakukan dan
dipercaya untuk melihat karakter dari kedua pengantin, jika kelapa yang
dilemparkan bergoyang maka karakter si pengantin ialah banyak ngomong, cerewet,
centil dan lain sebagainya. Sedangkan untuk kelapa yang di lemparkan dan jatuh
diam maka si pengantin biasanya diartikan berkarakter pendiam. Kedelapan
setelah pengantin bersih dan sudah berganti pakaian pengantin akan menginjak
sagu dan beras yang sudah di taburkan di lantai menuju kedua orang tua mereka
untuk melakukan proses sungkeman, memohon doa restu.
Rangkaian
mandi sampat ini tidaklah begitu rumit, namun harus dilakukan oleh orang-orang
tua yang sudah berpengalaman dan benar-benar ahli dalam melakukannya seperti,
mak We.
Tradisi-tradisi
Melayu yang ada dan berkembang menjadi aset warisan budaya yang membaggakan bagi masyarakat, kini
tinggal bagaimana cara kita untuk tetap mempertahankan kearifan budaya lokal
yang penuh dengan keunikan dan keistimewaan agar, tetap lestari dan berkembang
hingga mampu menyaingi budaya modern
saat ini.(Hariani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar